Penambahan jam belajar dalam
kurikulum baru 2013 perlu dipertimbangkan berbagai konsekuensinya. Penambahan
jam belajar di SD dari 26 jam menjadi 30 jam per minggu, sementara di SMP dari
32 jam menjadi 38 jam per minggu.
Demikian, antara lain, pokok persoalan yang mengemuka dalam pembahasan Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 di Jakarta, Jumat (30/11). Uji publik dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia pada 29 November-23 Desember dan juga dibuka secara online melalui laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh pada acara pembukaan, Kamis malam, mengatakan, penambahan jam belajar tidak akan bermasalah. Justru jika dibandingkan dengan negara-negara lain, jam belajar di Indonesia relatif lebih singkat. Di negara-negara maju, jam belajar siswa SD mencapai 30-36 jam.
Siskandar, dosen Universitas Negeri Semarang, mengatakan, penambahan jam belajar di SD perlu diperhitungkan implementasinya pada sekolah-sekolah yang masih menerapkan double shift atau kelas pagi dan siang.
”Selain itu, perlu juga dipikirkan bagaimana makan siang anak. Apakah sekolah siap menyediakan,” kata Siskandar.
Darmaningtyas, pemimpin kelompok guru, kepala sekolah, dan pengawas, mengatakan soal kebosanan anak-anak terhadap aktivitas belajar yang semakin panjang perlu diperhatikan. Demikian juga dampaknya pada aktivitas anak seusai sekolah, seperti madrasah sore hari serta kursus atau les untuk pengembangan bakat dan minat yang tak diakomodasi sekolah.
”Ketika jam belajar tambah panjang, yang utamanya apakah guru sudah siap berubah dengan pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif,” ujarnya.
Selain penambahan jam belajar, hal lain yang dikritik adalah integrasi IPA dan IPS pada mata pelajaran lain di tingkat SD.
Nuh mengatakan, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum minimal. Untuk itu, sekolah yang siap diperbolehkan mengembangkan kurikulum sendiri.
Pengembangan Kurikulum 2013 ini menuntut kreativitas guru dalam pembelajaran. Untuk itu, pembelajaran dikembangkan dengan mengamati, menanya, menalar, dan mencoba. (ELN)
Demikian, antara lain, pokok persoalan yang mengemuka dalam pembahasan Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 di Jakarta, Jumat (30/11). Uji publik dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia pada 29 November-23 Desember dan juga dibuka secara online melalui laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh pada acara pembukaan, Kamis malam, mengatakan, penambahan jam belajar tidak akan bermasalah. Justru jika dibandingkan dengan negara-negara lain, jam belajar di Indonesia relatif lebih singkat. Di negara-negara maju, jam belajar siswa SD mencapai 30-36 jam.
Siskandar, dosen Universitas Negeri Semarang, mengatakan, penambahan jam belajar di SD perlu diperhitungkan implementasinya pada sekolah-sekolah yang masih menerapkan double shift atau kelas pagi dan siang.
”Selain itu, perlu juga dipikirkan bagaimana makan siang anak. Apakah sekolah siap menyediakan,” kata Siskandar.
Darmaningtyas, pemimpin kelompok guru, kepala sekolah, dan pengawas, mengatakan soal kebosanan anak-anak terhadap aktivitas belajar yang semakin panjang perlu diperhatikan. Demikian juga dampaknya pada aktivitas anak seusai sekolah, seperti madrasah sore hari serta kursus atau les untuk pengembangan bakat dan minat yang tak diakomodasi sekolah.
”Ketika jam belajar tambah panjang, yang utamanya apakah guru sudah siap berubah dengan pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif,” ujarnya.
Selain penambahan jam belajar, hal lain yang dikritik adalah integrasi IPA dan IPS pada mata pelajaran lain di tingkat SD.
Nuh mengatakan, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum minimal. Untuk itu, sekolah yang siap diperbolehkan mengembangkan kurikulum sendiri.
Pengembangan Kurikulum 2013 ini menuntut kreativitas guru dalam pembelajaran. Untuk itu, pembelajaran dikembangkan dengan mengamati, menanya, menalar, dan mencoba. (ELN)
Sumber : edukasi.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar
Selamat Berdiskusi